Indonesia Telah Menjadi Basis Manufaktur E-rokok

2023-03-13


Garindra Kartasasmita, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Vapor Indonesia (APVI), menyebutkan dalam pidatonya di IECIE Vape Show bahwa pasar vaping Indonesia telah tumbuh sejak 2013 dengan tingkat tahunan 50%, kecuali tahun 2021 ketika menyusut 7% karena Covid. Diperkirakan akan pulih ke pertumbuhan 50% pada tahun 2022.

Faktor biaya seperti biaya tanah dan tenaga kerja menjadikan Indonesia pilihan pertama untuk mendirikan perusahaan rokok elektrik di luar negeri, tetapi negara ini juga memiliki lebih banyak hal untuk ditawarkan.


Kemudahan integrasi produksi dan penjualan yang dibawa oleh populasi besar adalah salah satu keuntungan besar negara. Populasi Indonesia adalah yang terbesar keempat di dunia, dengan 280 juta jiwa, 40% dari total Asia Tenggara. Apalagi, Indonesia memiliki tingkat merokok tertinggi di dunia dengan populasi perokok mencapai 70,2 juta. Itu adalah tingkat merokok 34%. Struktur demografis Indonesia menjadikannya populasi yang besar untuk mengembangkan rokok elektrik. Empat puluh persen populasi Indonesia berusia kurang dari 35 tahun, yang juga menjadikannya potensi pasar yang besar, karena populasi yang lebih muda memiliki penerimaan rokok elektrik yang lebih baik. Rokok elektrik yang diproduksi di Indonesia berpotensi untuk dikonsumsi di dalam negeri sehingga memangkas biaya pengiriman ke negara lain.

Kedua, Indonesia memiliki peraturan yang relatif longgar tentang pemasaran rokok elektrik. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mengizinkan iklan tembakau di televisi dan media. Indonesia juga memiliki tempat bagi blogger rokok elektrik dan blogging lintas kategori seperti kecantikan dan perawatan kulit. Indonesia memiliki jumlah postingan terbanyak kedua di Instagram yang berbagi vaping dan perangkat terkait di antara semua negara.


Rokok elektrik hanya bisa dijual dan diimpor di Indonesia jika mendapat rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perindustrian. Selain itu, harus disertifikasi dengan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Secara umum, kebijakan tersebut masih bersahabat dengan produsen rokok elektrik China.

Mengomentari pabrik Smoore di dalam negeri, Bahlil, Menteri Investasi dan Direktur Badan Koordinasi Penanaman Modal, secara terbuka menyatakan âKami membutuhkan kerja sama, kami membutuhkan pekerjaan, kami membutuhkan peluang yang akan membuat saudara-saudara kami pemilik negara kita.â Dan Clayton Shen, presiden Smoore Indonesia, mengucapkan terima kasih atas dukungan pemerintah Indonesia, terutama insentif bebas tarif yang diberikan oleh kementerian investasi untuk mesin-mesin impor perusahaan.


Meski pasar Indonesia merupakan kue besar bagi pabrikan China, tidak mudah untuk menavigasi pasar ini.

Produsen e-rokok terkenal China yang berniat membangun pabrik di Indonesia mengungkapkan kepada 2FIRSTS bahwa logistik merupakan masalah bagi produsen, dan saat ini belum ada solusi yang baik. Jika produk akhir diisi dan dirakit di China lalu dikirim ke Indonesia, waktu yang ditahan di bea cukai tidak dapat diprediksi. âSaya memiliki sejumlah barang yang tiba di bea cukai akhir bulan lalu, tetapi barang tersebut masih berada di bea cukai pada tanggal 20 bulan ini. Jika dirakit di Indonesia dan dikirim dari pabrik Indonesia, perbedaan waktu pengirimannya tidak jauh berbeda dengan jika dikirim dari China.â

Kedua, kurangnya mesin. Pabrikan lain memberi tahu 2FIRSTS, âAda kekurangan alat dan mesin yang kritis untuk mengimbangi lini produksi. Jika pabrik dibangun di sini, mesin harus diangkut dari China, yang merupakan masalah kritis yang harus diatasi. Ini adalah kesalahpahaman bahwa satu-satunya kekurangan yang akan kita hadapi adalah bahan mentah.â

Kesenjangan pekerja juga tidak bisa diabaikan. Selain mengatasi tantangan budaya dan geografis saat melatih pekerja lokal, sulit bagi mereka untuk mengadaptasi gaya kerja Cina. Orang dalam berkata, âOrang Indonesiaâ sikap santai untuk terlambat adalah hal yang menyebalkan. Saya harus menciptakan banyak insentif untuk mencegah mereka terlambat bekerja dan pulang lebih awal. Ini sangat berbeda dengan kebiasaan kerja orang Cina.â

We use cookies to offer you a better browsing experience, analyze site traffic and personalize content. By using this site, you agree to our use of cookies. Privacy Policy